JUMAT (28 September 2018) petang itu mungkin menjadi “kiamat kecil” bagi warga di Kelurahan Petobo dan Balaroa di Kota Palu dan juga Desa Jono Oge dan Sibalaya Utara Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Bagaimana tidak, getaran bumi yang menghentak hingga 7,4 Skala Richter menimbulkan kepanikan massal dan kekacauan masif. Tak hanya di empat wilayah itu, namun magnitudonya juga mencemaskan semua orang di seantero  Palu, Sigi, Donggala dan wilayah sekitarnya.

Berlari ke tempat terbuka mungkin sudah di luar kepala jika menghadapi situasi seperti itu, atau berlari ke tempat yang lebih tinggi ketika gempa disertai tsunami akan menerjang mungkin juga sudah menjadi prosedur baku sebagaimana pelajaran mitigasi bencana.

Likuifaksi atau pencairan dan pergeseran tanah mungkin pengecualian atas solutif itu. Entah karena langka terjadinya atau memang tidak terbetik di kepala bakal ada bencana yang menggulung permukaan tanah sepeti itu.

Apapun itu, likuifaksi telah menelan mentah-mentah perumahan dan bangunan yang ada di atas Petobo, Balaroa, Jono Oge, dan Sibalaya Utara seluas lebih dari 600 hektare.

Yang tersisa hanyalah serakan kenangan orang-orang terkasih yang menghembuskan nafas terakhir dalam himpitan reruntuhan rumah dan bangunan serta kubangan lumpur yang memilukan.

Serakan itu akan menjadi “monument park” akan kuasa yang maha.

Tuhan, beri kekuatan atas musibah ini. Terimalah arwah korban dan tempatkanlah di sisiMU. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki