PUKUL  05.58 Wita, mentarimembersitkan sinarnya di ufuk timur. Seketika, riuh menyeruak di Pulau Kabalutan yang berada di gugusan Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Unauna, Sulawesi Tengah.

Pulau yang didiami sekitar 3.000 jiwa itu menyambut datangnya pagi dengan aktivitas harian yang sebagian besarnya di laut. Anak-anak bergegas mandi pagi, terjun ke laut membasahi tubuhnya dan kemudian membilas segayung atau dua gayung dengan air tawar yang sudah mengalir ke rumah-rumah warga dengan debit secukupnya.

Orang-orang tua hilir mudik dengan sampan kecil menyusuri tiang-tiang rumah yang berjejer di tepian. Ibu-ibu sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk suami yang sebentar lagi akan segera melaut memancing ikan.

Seperti kebanyakan anak-anak di wilayah lainnya, penduduk yang mayoritas beretnis suku Bajo ini juga melewati paginya dengan riang meniti jembatan-jembatan kayu yang menghubungkan antara satu rumah dengan rumah lainnya, hingga ke sekolah.

Separuh ruang sekolah berada di atas daratan, separuh lagi tiangnya tertancap di bibir pantai. Suasana rumah panggung sangat terasa di setiap sekolah itu.

Anak-anak yang menamatkan Sekolah Dasar di pulau itu tidak harus “merantau” ke luar pulau untuk bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Di pulau yang terdiri dari tiga dusun itu, terdapat dua buah SD, sebuah SMP dan sebuah lagi SMA.

Kecuali pendidikan tinggi, tidak ada jalan lain bagi penduduk setempat selain harus ke luar pulau, ke ibukota kabupaten di Ampana, atau ke ibukota provinsi di Palu. Sedikitnya, telah tiga orang penduduk setempat yang telah menyandang gelar sarjana strata satu.

Jumlah sekolah yang relatif tersedia itu, sebanding dengan angka fertilitas penduduk di pulau tersebut yang terbilang cukup tinggi.

Keterbatasan ruang bermukim menjadikan setiap rumah kerap dihuni tiga hingga empat Kepala Keluarga (KK). Rata-rata KK memiliki keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan tiga sampai empat orang anak.

Dari sisi infrastruktur, ketersediaan sarana kesehatan juga tersedia dengan adanya Puskesmas Pembantu dengan tenaga bidan dan mantri kesehatan. Air bersih, melalui bantuan APBN kini telah tersambung jaringan pipa air bersih bawah laut walau dengan volume yang relatif tidak banyak.

Tidak ada kegelisahan nyata di antara para pemukim yang berlatar suku Bajo di pulau itu untuk  meninggalkan kesehariannya yang terbalut dengan laut. Sejak nenek moyangnya mematrikan diri dengan kehidupan laut, asa terus dibenamkan dalam dirinya untuk kehidupan yang terus membaik.

Naskah dan foto: Basri Marzuki