SEJAK konflik horizontal itu pecah di 1998, Kabupaten Poso yang terletak sekitar 250 kilometer arah Timur Kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah nyaris identik dengan kerusuhan, perpecahan, pengkotak-kotakan agama hingga terorisme.

Kondisi itu sesungguhnya tidak selaras dengan alam yang diciptakan Tuhan di wilayah itu. Betapa tidak, panorama alam yang tersaji sungguh sangat menyejukkan dan menjanjikan kedamaian dan ketenangan.

Lihatlah Danau Poso di Tentena yang merupakan danau terluas kedua di Indonesia setelah Danau Toba di Sumatera Utara. Lihatlah gugusan megalitikum peninggalan zaman batu yang terhampar luas di savanna Napu, Lore Utara dan disebut sebagai megalit tertua dan terluas di Indonesia.

Lihat pula Telaga Tambing yang tak hanya membuat selalu rindu dengan kicau burung endemiknya tetapi juga anggrek hutannya. Bahkan untuk yang terakhir ini, pesona Kabupaten Poso menjelma di telaga yang luasnya tidak lebih dari 6 hektar itu.

Poso hanyalah sebuah istilah atau penamaan adminsitratif bagi sebuah territorial, karena seharusnya Poso adalah kemajemukan, keindahan, ketenangan dan kedamaian seperti yang terpapar di Telaga Tambing yang otoritasnya dipegang oleh Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL).

Maka tidak mengherankan jika Poso yang “diributkan” tidak mengurangi hasrat pelancong untuk menikmati kemajemukan, keindahan, ketenangan, dan keindahan di telaga tersebut. Pesona Poso menjelma di Telaga Tambing.

Bahkan dalam dua tahun terakhir ketika operasi keamanan terus digulirkan di Poso, justeru jumlah kunjungan wisatawan ke telaga ini naik hingga tiga kali lipat. Bukan hanya pelancong lokal yang dengan kendaraan ojek saja sudah bisa sampai di tempat ini, pelancong mancanegara bahkan lebih tak terkira lagi.

Keunikan dan lebih-lebih lagi keasrian telaga ini menjadi salah satu alasannya. Ekosistem dan habitatnya begitu terjaga. Hutan-hutan hujan tropis yang khas di sekeliling telaga ini sulit ditemukan di tempat lainnya. Maka selalu saja ada bule yang berani memberi tip relatif mahal jika suasana itu bisa dipertahankan hingga ia mengulangi kedatangannya ke telaga tersebut kemudian hari.

“Di telaga inilah Poso selalu dirindukan,” aku Jeane, wisatawan asal Swiss yang pernah berkunjung ke tempat ini. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki