Pendeta Irianto Kongkoli telah pergi untuk selamanya. Namun semangat pengabdiannya masih melekat kuat di dada para jemaatnya. Ratusan warga dan jemaatnya mengiringinya ke tempat peristirahatan terakhir di Pekuburan Kristen Talise, Palu
Begitu mendapat laporan adanya penembakan tersebut, polisi langsung meluncur ke TKP. Aparat berjaga-jaga dan memasang police lain agar TKP tidak tersentuh sebelum dilakukan olah TKP.
Di depan toko bahan bangunan yang terletak di Jalan Wolter Monginsidi, Palu inilah Pdt. Irianto Kongkoli terkapar bersimbah darah. Sebuah peluru menerjang dari bagian belakang kepalanya ketika hendak membeli bahan bangunan untuk keperluan rehab rumahnya di Jalan Tanjung Manimbaya.
Ny. Rita, istri Pdt. Irianto Kongkoli yang menyertainya pada hari naas itu shock dengan kejadian tersebut. Masih bersimbah darah, ia tak kuasa lagi berjalan. Seorang anggota polisi wanita terpaksa mendudukkannya di kursi roda.
Kecuali kerabat, tetangga dan gembalanya. Tangis, pedih akan tragedi tak tak diharapkan itu menderanya. Mereka tak sabar menunggu jenazah di rumah korban, sesaat setelah Pdt. Irianto Kongkoli dievakuasi ke Rumah Sakit, mereka berbondong-bondong menunggui kabar terbaru di rumah sakit, dengan mata berlinang. Sebagian diantaranya histeris ketika tahu nyawa sang Pendeta tak bisa diselamatkan lagi.
Kemungkinan selamat memang tidak ada. Kata dokter yang mengotopsinya di Rumah Sakit Bala Keselamatan, peluru bersarang di batok kelapa bagian belakangnya dan menghancurkan otak kecil. Dokter hanya bisa menata ulang bekas luka tersebut sebelum korban dipulangkan ke rumah untuk disemayamkan.
Ratusan pelayat sudah menunggu di rumah duka. Histeris tak terbendung dan tak terhitung lagi sumpah serapah yang keluar dari mulut kerabat korban yang begitu pilu menyaksikan kejadian tragis tersebut. Semua ingin menggapai, semua merasa berhak menyentuh korban sebagai bentuk solidaritas.
Bocah berusia 5 tahun ini tak tahu apa-apa tentang kejadian yang memisahkan dirinya dengan ayahnya untuk selamanya. Langkahnya saat berada di Rumah Sakit Bala Keselamatan tak mengguratkan kesedihan mendalam meskipun di sekitarnya banyak yang menjulurkan belas kasih.
Ny. Rita dan ketiga putra-putrinya tetap tabah menerima kenyataan itu. Dengan lembut ia mengusap kepala suaminya ketika disemayamkan di rumah duka. Senin itu menjadi hari terakhir baginya untuk saling bertegur sapa dan kini, giliran untuk saling tak bicara lagi.
Pendeta Irianto Kongkoli telah pergi untuk selamanya. Namun semangat pengabdiannya masih melekat kuat di dada para jemaatnya. Ratusan warga dan jemaatnya mengiringinya ke tempat peristirahatan terakhir di Pekuburan Kristen Talise, Palu
Meski dengan kepedihan yang sangat mendalam, Ny Rita masih tegar. Mungkin sudah kering, tak setitik pun air mata yang menetes dari pipinya ketika pemakaman dilaksanakan. Ia begitu yakin, sang suami akan diterima di sisiNya.
Dua hari setelah penembakan itu, Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) Sulawesi Tengah turun ke jalan. Mereka menuntut Polda Sulawesi Tengah mengungkap pelaku penembakan itu. Mereka tak ingin kasus itu akan bernasib sama dengan penembakan Pendeta Susianty atau penembakan Jaksa Ferry Silalahi yang tidak ketahuan rimbanya.
Upaya polisi membuahkan hasil. Pria yang diduga sebagai pelaku penembakan berhasil ditangkap . Pelaku bahkan memperagakan dalam rekonstruksi bagaimana ia menembakkan pistolnya ke Pendeta Irianto Kongkoli. Rekonstruksi itu berlangsung 29 Januari 2007.